Dalam situasi yang memprihatinkan,
lebih dari 200 orang dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir akibat serangan
Israel, menurut para pejabat di Gaza, Palestina. Kematian tersebut mencakup
berbagai kalangan masyarakat, termasuk warga sipil dan sejumlah korban yang
belum dapat diidentifikasi dengan jelas.
Pada Minggu (24/12/2023), sebelas
minggu setelah konflik antara Israel dan Hamas, pasukan Israel terus
melancarkan serangan mereka, memperpanjang penderitaan dan kehancuran di Jalur
Gaza. Pada saat yang sama, PBB gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata,
memperumit upaya untuk mengakhiri kekerasan yang telah berkecamuk selama
periode yang panjang.
Rekaman dari wilayah tersebut, yang
dilansir oleh AFP, menunjukkan asap abu-abu dan hitam yang membubung di atas
kota Khan Yunis. Asap tersebut juga terlihat melayang di utara wilayah pesisir,
menggambarkan skala dan dampak serangan yang berlanjut.
Penting untuk mencatat bahwa pasukan
Israel mengumumkan kematian 5 tentaranya dalam konteks eskalasi ini. Sementara
itu, upaya PBB untuk mendorong gencatan senjata melalui resolusi Dewan Keamanan
tampaknya belum berhasil, meskipun resolusi tersebut sebelumnya diadopsi untuk
memastikan lebih banyak bantuan mengalir ke Jalur Gaza yang terkepung.
Situasi ini menciptakan
ketidakpastian dan kekhawatiran yang mendalam terkait dengan nasib warga sipil
di wilayah tersebut, serta menyulitkan upaya diplomatik untuk mencapai
penyelesaian yang berkelanjutan dalam konflik yang telah memakan korban selama
bertahun-tahun.
Dalam situasi yang memilukan,
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan 201 kematian dalam 24 jam terakhir,
memperbarui jumlah korban tewas sejak dimulainya perang menjadi 20.258.
Merupakan kenyataan yang menyedihkan bahwa sebagian besar dari mereka yang
menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak, mengekspos dimensi tragis dan
humaniter dari konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.
Awal pertempuran pada 7 Oktober 2023,
yang dipicu ketika Hamas menerobos perbatasan Gaza, telah menciptakan gelombang
kekerasan yang merenggut nyawa sekitar 1.140 orang di Israel, sebagian besar di
antaranya adalah warga sipil. Israel, dalam sumpah untuk menghancurkan Hamas,
menjawab dengan serangkaian serangan udara dan invasi darat ke Gaza. Dampaknya
tidak hanya mencakup jumlah korban jiwa yang signifikan, tetapi juga mendorong
hampir dua juta orang untuk mengungsi, dan sebagian besar wilayah tersebut kini
menjadi puing-puing yang melambangkan penderitaan dan kehancuran.
Pihak militer Israel melaporkan 5
tentara tewas pada hari Sabtu, menambah total jumlah pasukan yang gugur menjadi
144 orang sejak dimulainya serangan darat pada 27 Oktober. Meskipun Dewan
Keamanan PBB telah menyetujui resolusi yang mendesak pengiriman bantuan
penyelamatan jiwa ke Gaza, tanpa menyertakan panggilan untuk mengakhiri
pertempuran, namun masih menjadi pertanyaan bagaimana resolusi tersebut akan
diimplementasikan di lapangan.
Kontroversi mengitarai pemungutan
suara Dewan Keamanan PBB, dan atas desakan Amerika Serikat, beberapa ketentuan
resolusi melunak. Meskipun demikian, bagi warga Palestina di kota Rafah, Gaza
selatan, bantuan yang lebih banyak dianggap tidak mencukupi untuk meredakan kesulitan
dan kebutuhan mendesak yang terus meningkat.
Sementara dunia menyaksikan
perkembangan tragis ini, keberlanjutan konflik menciptakan atmosfer
ketidakpastian dan keprihatinan terkait nasib rakyat Palestina, serta menantang
upaya diplomatik untuk mencapai penyelesaian damai yang mendukung hak asasi
manusia dan keadilan.
Ahmad al-Burawi, seorang pengungsi
dari Beit Lahia di utara, menambahkan suaranya, menyatakan keinginan sederhana
mereka, "Kami hanya ingin kembali ke tanah kami, itu saja. Kami ingin solusi
untuk mengakhiri perang." Pernyataan ini mencerminkan keinginan mendalam
untuk mengakhiri pertumpahan darah dan mewujudkan perdamaian yang selama ini
sulit dicapai.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan
Gaza melaporkan bahwa puluhan warga Palestina dieksekusi minggu ini di kamp dan
kota Jabalia. Juru bicara Kementerian, Ashraf al-Qudra, dengan tegas mengutuk
tindakan tersebut sebagai pembantaian. Tuduhan ini menjadi sorotan
internasional dan semakin memperumit dinamika konflik yang telah menciptakan
tragedi kemanusiaan.
Dalam tanggapannya, tentara Israel,
ketika dihubungi oleh AFP, tidak secara langsung memberikan komentar mengenai
tuduhan tersebut. Namun, mereka menyatakan bahwa serangan terhadap sasaran
militer dijalankan dengan mematuhi ketentuan hukum internasional. Hal ini
menunjukkan ketegangan dan kompleksitas dalam mencari solusi damai yang dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan kedua belah pihak.