Tragedi Tanpa Akhir: Warga Gaza Korban Tewas Tembus 20.258 Jiwa dalam Serangan Israel


Dalam situasi yang memprihatinkan, lebih dari 200 orang dilaporkan tewas dalam 24 jam terakhir akibat serangan Israel, menurut para pejabat di Gaza, Palestina. Kematian tersebut mencakup berbagai kalangan masyarakat, termasuk warga sipil dan sejumlah korban yang belum dapat diidentifikasi dengan jelas.

Pada Minggu (24/12/2023), sebelas minggu setelah konflik antara Israel dan Hamas, pasukan Israel terus melancarkan serangan mereka, memperpanjang penderitaan dan kehancuran di Jalur Gaza. Pada saat yang sama, PBB gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata, memperumit upaya untuk mengakhiri kekerasan yang telah berkecamuk selama periode yang panjang.

Rekaman dari wilayah tersebut, yang dilansir oleh AFP, menunjukkan asap abu-abu dan hitam yang membubung di atas kota Khan Yunis. Asap tersebut juga terlihat melayang di utara wilayah pesisir, menggambarkan skala dan dampak serangan yang berlanjut.

Penting untuk mencatat bahwa pasukan Israel mengumumkan kematian 5 tentaranya dalam konteks eskalasi ini. Sementara itu, upaya PBB untuk mendorong gencatan senjata melalui resolusi Dewan Keamanan tampaknya belum berhasil, meskipun resolusi tersebut sebelumnya diadopsi untuk memastikan lebih banyak bantuan mengalir ke Jalur Gaza yang terkepung.

Situasi ini menciptakan ketidakpastian dan kekhawatiran yang mendalam terkait dengan nasib warga sipil di wilayah tersebut, serta menyulitkan upaya diplomatik untuk mencapai penyelesaian yang berkelanjutan dalam konflik yang telah memakan korban selama bertahun-tahun.

Dalam situasi yang memilukan, Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan 201 kematian dalam 24 jam terakhir, memperbarui jumlah korban tewas sejak dimulainya perang menjadi 20.258. Merupakan kenyataan yang menyedihkan bahwa sebagian besar dari mereka yang menjadi korban adalah perempuan dan anak-anak, mengekspos dimensi tragis dan humaniter dari konflik yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Awal pertempuran pada 7 Oktober 2023, yang dipicu ketika Hamas menerobos perbatasan Gaza, telah menciptakan gelombang kekerasan yang merenggut nyawa sekitar 1.140 orang di Israel, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil. Israel, dalam sumpah untuk menghancurkan Hamas, menjawab dengan serangkaian serangan udara dan invasi darat ke Gaza. Dampaknya tidak hanya mencakup jumlah korban jiwa yang signifikan, tetapi juga mendorong hampir dua juta orang untuk mengungsi, dan sebagian besar wilayah tersebut kini menjadi puing-puing yang melambangkan penderitaan dan kehancuran.

Pihak militer Israel melaporkan 5 tentara tewas pada hari Sabtu, menambah total jumlah pasukan yang gugur menjadi 144 orang sejak dimulainya serangan darat pada 27 Oktober. Meskipun Dewan Keamanan PBB telah menyetujui resolusi yang mendesak pengiriman bantuan penyelamatan jiwa ke Gaza, tanpa menyertakan panggilan untuk mengakhiri pertempuran, namun masih menjadi pertanyaan bagaimana resolusi tersebut akan diimplementasikan di lapangan.

Kontroversi mengitarai pemungutan suara Dewan Keamanan PBB, dan atas desakan Amerika Serikat, beberapa ketentuan resolusi melunak. Meskipun demikian, bagi warga Palestina di kota Rafah, Gaza selatan, bantuan yang lebih banyak dianggap tidak mencukupi untuk meredakan kesulitan dan kebutuhan mendesak yang terus meningkat.

Sementara dunia menyaksikan perkembangan tragis ini, keberlanjutan konflik menciptakan atmosfer ketidakpastian dan keprihatinan terkait nasib rakyat Palestina, serta menantang upaya diplomatik untuk mencapai penyelesaian damai yang mendukung hak asasi manusia dan keadilan.

Ahmad al-Burawi, seorang pengungsi dari Beit Lahia di utara, menambahkan suaranya, menyatakan keinginan sederhana mereka, "Kami hanya ingin kembali ke tanah kami, itu saja. Kami ingin solusi untuk mengakhiri perang." Pernyataan ini mencerminkan keinginan mendalam untuk mengakhiri pertumpahan darah dan mewujudkan perdamaian yang selama ini sulit dicapai.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa puluhan warga Palestina dieksekusi minggu ini di kamp dan kota Jabalia. Juru bicara Kementerian, Ashraf al-Qudra, dengan tegas mengutuk tindakan tersebut sebagai pembantaian. Tuduhan ini menjadi sorotan internasional dan semakin memperumit dinamika konflik yang telah menciptakan tragedi kemanusiaan.

Dalam tanggapannya, tentara Israel, ketika dihubungi oleh AFP, tidak secara langsung memberikan komentar mengenai tuduhan tersebut. Namun, mereka menyatakan bahwa serangan terhadap sasaran militer dijalankan dengan mematuhi ketentuan hukum internasional. Hal ini menunjukkan ketegangan dan kompleksitas dalam mencari solusi damai yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan kedua belah pihak.

LihatTutupKomentar